Tiba-tiba ingin nulis tentang salah satu klub dari London ini, sekalian
nonton The Lily Whites bermain melawan Burnley di pekan ke 17 EPL musim
2018/2019. Masih bermarkas di New Wembley, karena White Hart Lane sedang dalam
tahap finalisasi, prediksi saya sih bisa dipakai tahun depan atau di fase-fase akhir musim 2018/2019, karena saat ini penggunaannya masih terganjal masalah safety regulation, yang kabarnya membuat Daniel Levy, sang chairman merasa frustasi.
Malam ini Spurs tampil dengan ujung tombak yang jadi
komoditi panas empat tahun terakhir, Harry Kane. Predator dari Inggris
yang akhirnya terlahir juga setelah era Alan Shearer & Michael Owen, dengan mencatatakan namanya dengan selalu masuk di dua besar pencetak gol liga terbanyak dalam 4 musim terakhir.
Saat ini Spurs dilatih oleh pria
Argentina, Mauricio Pochettino tepatnya sejak Mei 2014. Di era Pochettino inilah Spurs tidak
lagi mengumbar talenta belianya ke klub lain, seperti Modric, Bale, & Kyle
Walker. Ia mampu membuat para bintang tetap tinggal di dalam balutan putih Lily
White. Entah apa yang dikatakan Pochettino kepada anak asuhnya, yang walaupun
tanpa gelar, pemain sekelas Son, Delle, bahkan Harry Kane tetap setia di London Utara.
Saat ini Spurs dilatih oleh pria
Argentina, Mauricio Pochettino tepatnya sejak Mei 2014. Sampai
saat ini, musim
2016/2017 menjadi musim terbaik Spurs di era Pochettino dengan raihan 86 poin
dan menempatkan Harry Kane sebagai topskor dengan 29 gol, unggul jauh dari
Lukaku di peringkat 2 dengan 25 golnya. Jika saja 86 poin ini terjadi di musim
2015/2016 maka Spurs bisa menggagalkan cerita dongeng milik Leicester City (di
musim itu, Leicester City menjadi juara “hanya” dengan 81 poin). Satu
lagi yang menurut saya tahun ini adalah yang terbaik, Spurs berada di atas
Arsenal di tabel
akhir lomba musim itu, satu prestasi internal yang sangat memberi
kekuatan bagi pendukung Spurs untuk berjalan dengan kepala tegap di depan para
Gooners. Tidak juara tidak apa, asal berada di atas Arsenal, begitulah
kira-kira.
Era Pochettino juga merupakan era di mana tidak banyak
bintang utama yang meninggalkan Spurs. Pujian untuk manager, karena mampu
meyakinkan pemainnya bertahan tanpa memperoleh gelar apapun.
*) Kecuali Kyle Walker yang musim lalu
pindah ke Manchester Biru & langsung memperoleh gelar liga di sana
Son, Delle, Erikson, Lamela, Dier, rombongan pemain
tengah penuh talenta tanpa gelar EPL. Lalu ada striker ganas yang selalu
menduduki 2 besar top skor EPL dalam 4 tahun terakhir, Harry Kane. Di belakang
ada penjaga gawang dengan gelar juara dunia, Hugo Lloris.
Sebelum masa-masa ini, talenta-talenta
hebat meninggalkan White Hart Lane. Dan biasanya bintang-bintang itu meraih
gelar di klub yang ditujunya. Mulai dari Berbatov & Carrick, yang akhirnya
bisa mengangkat piala di Manchester United. Lebih ke belakang lagi ada juga si
juara Champions League, Teddy Sheringham bersama Manchester United juga. Lalu
kisah sukses dari belahan Spanyol, mengembara di sana Luka Modric yang disusul
oleh Gareth Bale, penguasa Champions League dan terakhir Luka Modric bisa
menjadi pemain terbaik tahun 2018 berkat juara bersama Madrid dan membawa Kroasia
menduduki peringkat dua di dunia.
Kembali ke pertanyaan awal, kapan
juaranya Spurs?
Menengok sejarah salah satu manager
legendaris, Sir Alex Ferguson. Pertama menangani Manchester United pada musim 1986/1987.
Pada saat ia melatih, United sudah puasa gelar juara liga sejak 1966/1967. Sampai
pada akhirnya gelar juara diraih Ferguson di musim 1992/1993 atau di tahun
keenam masa kepelatihannya bersama dengan Cantona, pembelian terbaik di musim itu
Lalu apakah Spurs akan juara di musim 2020/2021?
Ya, mungkin, sejarah pasti bisa terulang. Dengan catatan Spurs masih akan di bawah nahkoda
seorang Mauricio Pochettino ditambah satu transfer magis seperti Cantona di masa Sir Alex.
Comments
Post a Comment