Pertanyaan untuk
para pekerja: pernah membicarakan tentang orang lain di balik layar?
Membicarakan kekonyolan, kebobrokan, bahkan ketidakbecusan karyawan dari
departemen atau unit lain? Atau hanya sekedar memiliki perasaan negatif kepada
karyawan lain? Tentunya pernah ya. Namun berapa persen dari pembicaraan tsb
bisa sampai ke telinga yang dibicarakan? Sekedar 25% pun rasanya sudah baik
menurut saya.
Sulitkah untuk
memberikan masukan secara langsung? Tanpa harus membicarakan ke rekan terlebih
dahulu. Dengan kebiasaan yang sudah mengakar, sepertinya masih sulit. Sungkan
rasanya untuk langsung memberi komplain ke karyawan lain. Akan lebih mudah jika
kita sebagai konsumen yang memberikan komplain ke pihak eksternal. Misalnya
perusahaan kita membeli laptop baru & kita tidak mendapatkan pelayanan yang
baik, maka tanpa ragu akan langsung kita layangkan komplain ke perusahaan
penyedia laptop itu tadi. Hal berbeda jika kita mendapatkan pelayanan yang
tidak bersahabat dari tim finance saat kita mengajukan anggaran. Akankah kita
di detik itu juga mengajukan kata-kata keberatan? Atau kita bicarakan ketidakpuasan
kita ini ke rekan satu tim kita terlebih dahulu? Rasanya sudah tahu jawabannya
ya bro..hehe
Atau feedback 360
derajat, umum dipakai di perusahaan dan tidak asing bagi kita yang sudah
bekerja akan tool ini. Namun terkadang penerapan di beberapa tempat hanya sebagai
formalitas di akhir tahun. Agak aneh juga ya, diterapkan tapi hanya formalitas.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas penerapannya, lebih ke kegunaannya
yang saya bahas.
Umumnya, 360 ini
merupakan proses di mana seorang karyawan akan mendapatkan penilaian dari
karyawan lain di lingkaran pekerjaannya, yakni penilaian dari atasan, rekan
selevel, dan bawahan. Jika karyawan di sebuah perusahaan cenderung malu-malu
untuk langsung memberikan masukan untuk salah seorang karyawan, 360 ini menjadi
media untuk menyalurkannya. Namun bisa menjadi perdebatan lagi ni, misalnya
penyaluran uneg-uneg tentang seorang karyawan selalu difasilitasi tool ini,
lalu kapan karyawan dengan berani menyampaikan pendapatnya langsung ke karyawan
yang dituju? Memang butuh proses untuk mengubah kebiasaan itu, namun dengan
memberikan penilaian secara tertulis, rasanya sudah menjadi satu langkah maju
sebelum dapat memberanikan diri untuk menyampaikan secara verbal.
Di tempat saya
bekerja, 360 sudah dilakukan dan sudah menjadi rutinitas di akhir tahun. Walaupun
tetap ada perbaikan dari tahun ke tahun. Ada perubahan-perubahan yang menurut
saya sangat signifikan memberikan pengaruh ke perbaikan perusahaan & tiap individu
di dalamnya.
Pertama. 360
sesuai konsepnya adalah penilaian dari atasan, rekan, dan bawahan. Ada tambahan
yang kami minta, yakni penilaian dari internal customer. Internal customer yang
dimaksud ini adalah individu di departemen lain yang dilayani oleh seorang
karyawan. Misalnya ada seorang karyawan yang bekerja sebagai rekruter, memiliki
tugas untuk mencarikan karyawan baru untuk departemen IT. Maka departemen head
IT menjadi internal customer karyawan rekruter tadi. Biasanya hasil kerja dari
karyawan yang terkait dengan departemen lain dinilai dengan SLA (service level agreement), misalnya
untuk dapat mencari karyawan baru di IT telah disepakati akan terpenuhi
maksimal 30 hari kerja setelah permintaan disampaikan ke rekruter. Jika
rekruter mampu memenuhi permintaan tsb sebelum 30 hari, tentu kinerja rekruter
akan dianggap bagus karena sesuai dengan SLA.
Akan tetapi
apakah hanya itu yang dilihat oleh internal customer? Apakah jika dipenuhi
sebelum 30 hari, internal customer dipastikan puas terhadap kinerja rekruter?
Dan tidak ada omongan di belakang layar mengenai rekruter tadi?
360 mencoba untuk
mengakomodasi beberapa pertanyaan ini. Penilaian terhadap rekruter akan dinilai
secara menyeluruh oleh internal customer, mulai dari jalinan komunikasi yang
terbangun hingga ke value-value yang menjadi dasar berperilaku di perusahaan. Jika
saja permintaan karyawan dapat dipenuhi selama 10 hari, namun departemen head
IT merasa si rekruter tadi kurang mampu dalam berkoordinasi dengan baik, maka
hal itu akan tertuang di 360 tadi.
Kedua. Selain
internal customer, karyawan juga diminta untuk menilai dirinya sendiri. Dengan
menilai dirinya sendiri, ia akan tahu gap antara apa yang menurutnya sudah
dilakukan (berdasarkan penilaian tentang dirinya sendiri) dan apa sebenarnya
realitas dirinya yang dilihat oleh orang lain. Area ini bisa menjadi bahan
refleksi dan perbaikan internal karyawan.
Ketiga. Hasil
final 360 ini akan disampaikan ke masing-masing karyawan. Karyawan akan tahu
masukan atau komplain apa saja yang tertuju ke dirinya. Sehingga komplain tidak
hanya berhenti di tembok kantor saja, namun sampai ke telinga karyawan yang
dikomplain. Kita tidak akan bisa berubah kalau kita tidak tahu apa yang akan
diubah, apa yang kurang, apa yang menjadikan dirinya dibahas oleh departemen
lain. Jadi jika karyawan tahu akan apa yang kurang dari dirinya dan berpikir
positif akan masukan yang ada, ke depannya diharapkan muncul perbaikan dari
karyawan tsb.
Sebelum bisa
memberikan kepuasan kepada external customer, internal customer terlebih dahulu
haruslah dipuaskan. Jika semua departemen merasa puas dengan kinerja departemen
lain yang terkait, maka dapat menjadi indikator bahwa kinerja masing-masing departemen seudah sesuai
dengan apa yang diharapkan dan cita-cita akan tercapainya target perusahaan akan makin tampak ke permukaan.
Comments
Post a Comment